Cinta yang — apa?
Pada tuan yang masyhur, anda belum pernah menjadi bagian dari hidup saya sejak minggu lalu saya cari anda di moda transportasi terbaru kota Jakarta. Dengan sepasang sepatu merah yang membuat orang-orang mengingat-ingat untuk tidak menatap terlalu lama.
Siapa yang sangka kalau untuk mencintai orang lain anda harus menjadi berani. Terkadang marah, soal yang satu itu anda pasti mengetahuinya lebih dari siapapun. Tapi berani rasanya terlalu berlebihan buat saya.
Mungkin pelan-pelan anda bisa menuntun saya untuk menjadi berani. Anda akan bilang seperti naik sepeda, tapi untuk saya ini seperti lompat dari menara Burj Khalifa. Selama ini hujan berangin saja bisa membuat saya takut. Surat cinta dari orang lain, dan tangan yang lebih gemulai mungkin bisa bikin saya mati muda.
Menjadi pemberani tidak pernah jadi cita-cita saya. Sehingga kalau saya akan dikuliti hidup hidup sekarang juga, dengan sepasang tangan lentik yang lebih lihai menulis puisi atau membuat tuan senang, saya akan menyusul Van Gogh dengan riang gembira. Saya akan bebas dari ketakutan, spektakuler! Revolusioner! Saya akan kehabisan darah dengan sorak sorai.
Di bawah kulitku tuan akan menemukan darah yang biru kehabisan nafas. Beku dan kaku karena takut yang tidak pernah mau disogok upah lemburku, apalagi dihalau keberanian yang hanya seujung kuku. Lalu ia akan berjalan meniggalkan tempat kejadian berbau amis masih dengan pisau di tangan yang akan dia buang di persimpangan jalan.
Dan tuan,
Tuan bisa beranak pinak sepuasnya.