Prolog

Fever103
3 min readMar 26, 2021

Waktu kecil ayah selalu menyuruhku berolahraga karena mataku selalu kosong. Itu selalu membuatnya gemas dan marah, katanya itu yang bikin nilai fisikaku jelek, itu yang bikin aku tidak pernah lulus ulangan matematika. Yang ia tahu, aku sedang bengong. Tapi yang ayah tidak tahu, aku sedang mimpi. Aku sedang jadi perempuan dewasa yang tepat setelah berpisah dengan pacarku di bawah guyuran hujan, masuk ke mobil dan radio memutar Jika oleh Ari Lasso dan Melly Goeslaw. Aku sedang jadi puteri yang akan dihadiahi gaun berkilauan oleh Jackie Chan sore nanti. Aku sedang bergelantungan terbalik di atas kursi gereja melihat ke arah kaca besar yang berwarna-warni sambil mendengarkan Sherina menyanyikan Dua Balerina.

Aku masih melakukannya sampai berumur 25, dan belum ada tanda-tanda kalau mimpi-mimpi ini akan berhenti. Sekarang mimpinya lebih membosankan. Hampir setiap kali aku cuma mimpi jadi hantu. Di tiap tempat yang aku datangi, aku akan mencari pojok-pojok yang terkena sinar matahari paling cantik dan memimpikan enaknya menghantui pojok itu. Nanti aku bisa melihat kalau ada pasangan yang diam-diam ciuman sebelum berbelok untuk memesan makanan di meja kasir. Aku bisa melihat segerombolan teman yang mengobrol seru tapi langsung berhenti ketika salah satu temannya muncul dari belokan kamar mandi. Aku akan tahu banyak rahasia yang orang-orang kira tidak ada yang tahu. Biarpun sepertinya beberapa rahasia tidak kuat untuk aku simpan sendiri sebagai hantu, seperti kalau aku melihat teteh di kasir menangis sambil memukul-mukul kepalanya karena ia habis melihat pacarnya datang ke kedai dengan perempuan lain. Kenapa ya, perempuan sering menyalahkan diri sendiri kalau pacarnya memutuskan selingkuh? Lebih baik Si Teteh di jadi hantu bersamaku, memperhatikan orang-orang dari pojokan tanpa terlihat. Mungkin dia bisa sedikit terhibur melihat laki-laki yang pacarnya ngambek karena ia tidak bisa mengambil foto yang membuat kaki pacarnya terlihat jenjang. Aku juga akan ngambek, sih.

Sebetulnya aku tidak tahu kalau hantu boleh terkena sinar matahari atau tidak, tapi aku mau jadi hantu yang seperti itu. Yang bisa berpindah dari satu balkon rumah besar di Senopati ke balkon rumah besar lainnya. Tiap lewat naik ojek aku selalu mengintip dengan tidak sopan ke arah balkon-balkon rumah yang selalu kelihatan kosong dan dingin, memimpikan enaknya menghantui rumah-rumah itu. Berdiri di balkon yang diapit pohon di depan kamar tidak tahu siapa (nanti aku akan tahu kalau sudah jadi hantu). Aku akan diam di sana sampai menemukan balkon lain yang arsitekturnya lebih minimalis.

Kebiasaanku mengintip dan bermimpi jadi hantu juga berjalan dengan lancar di atas MRT. Aku akan mengintip lantai 2 atau lantai 3 ruko-ruko yang berjejer di Fatmawati, kebanyakan kosong dengan perabot berantakan dan berdebu. Kelihatannya tidak ada yang pernah ke sana dalam beberapa bulan. Setelah dilihat-lihat, sepertinya aku terlalu penakut untuk jadi hantu di sana. Tempat-tempat seperti itu lebih cocok untuk menyembunyikan orang mati. Aku yakin tidak akan ada yang bisa menemukannya, kecuali suatu hari pergeseran matahari membawa seutas sinar oranye masuk dan memantul di plastik hitam yang basah oleh darah lalu menarik perhatian seorang pekerja kantoran yang kebetulan tidak sedang mengecek Instastory-nya di atas MRT. Mendadak aku akan jadi takut dan ingin pulang, ada terlalu banyak tempat untuk menyembunyikan orang mati di kota ini, aku heran kenapa aku belum pernah melihat hantu betulan sejak pindah ke sini. Kalau aku jadi hantu nanti aku pasti senang tinggal di sudut-sudut atap yang cuma kelihatan dari atas MRT.

Kalau aku jadi hantu, aku akan lupa semua ini nggak ya? Lupa tempat-tempat dan pojok-pojok yang ingin aku hantui dan bagaimana cara sampai ke sana kalau tidak lewat jalan utama. Lupa balkon mana yang dapat sinar matahari paling banyak. Lupa kalau lantai dua ruko-ruko Fatmawati terlalu seram untuk dihantui. Mungkin aku harus mengumpulkannya, mengarsipkan tempat paling enak untuk dihantui dan melihatnya lagi nanti kalau aku sudah jadi hantu betulan. Ini akan menyenangkan, mungkin kalau nanti aku kenalan dengan laki-laki di aplikasi kencan, aku bisa jadikan ini topik pembuka percakapan “Kamu punya mimpi yang belum kesampaian nggak? Bungee jumping di menara Tokyo? Ih seru, aku pingin jadi hantu deh.”

--

--

Fever103

Tumblr-core emotional and deeply personal bad writings